Dapatkah Manusia Merasa Puas?
"Manusia tercipta untuk dicintai dan dunia diciptakan untuk dimanfaatkan. Namun yang terjadi adalah, manusia dimanfaatkan dan dunia semakin dicintai."
Saya pribadi berfikir, pilihan ini sudah ada sejak kita dilahirkan. Mungkin anda bertanya mengapa dan bagaimana? Coba kita ingat kembali, dari saat kita lahir, orang tua kita dengan penuh kasih sayang memanjakan kita dengan curahan kasih sayang, memberikan apapun yang terbaik, bahkan lebih baik dari apa yang orang tua kita dapatkan dahulu. Dari mulai perawatan, makan terbaik, pakaian, perlengkapan anak dan sebagainya.
Seiring berjalannya waktu dan usia, mulailah muncul banyak perasaan yang rumit, dan saat ini terjadi maka kita mulai merasa tidak nyaman dengan lingkungan tempat dimana kita tinggali yang selama ini telah memberikan banyak kemudahan.
Apakah anda sudah pernah dalam hidup anda terbesit suatu tujuan hidup? beralih dan menetapkan tujuan hidup yang lebih tinggi, makin tinggi dan ingin tinggi lagi?. Apakah anda sudah memiliki kendaraan tapi mata anda selalu beralih ke model kendaraan terbaru dan tercanggih dengan segala macam fasilitasnya?.
Inilah skenario kehidupan praktis yang akan dialami oleh kehidupan manusiawi anda, yang prosesnya selalu menemui jalan yang berbeda-beda.
Sudahkah kita berhenti dan merenungkan kemana kita akan hidup? Apakah kita hidup di jalur yang sang pencipta inginkan? apakah hidup kita datar, penuh jalan terjal, atau mungkin merasa berjalan mundur.
Dari zaman dahulu hingga saat ini, manusia tidak pernah punya rasa puas dengan hal-hal yang dimilikinya. Mereka selalu mencari yang lebih banyak dan lebih baik untuk memudahkan dan memuaskan. Adalah hal yang manusiawi kita selalu mencari lebih dan sudah merupakan kebiasaan baik sebenarnya karena telah membawa pada hal yang jauh.
Jika kita melihat catatan masa lalu, banyak penyakit yang kita dengar saat ini bahkan tidak ditemukan 60-70 tahun kebelakang.
Jadi muncul pertanyaan, apakah hidup kita maju? ataukah semakin mendorong umat manusia ke dalam suatu perangkap kejatuhan yang sulit diantisipasi?
Hutan hijau diratakan untuk hunian manusia, satwa liat otomatis tergusur, lapisan ozon menipis, lapisan es kutub mencair menyebabkan permukaan air laut naik drastis tiap tahunnya, sampah yang terus meningkat dan belum lagi limbah beracun dari zat kimia yang masuk ke tanah dan masuk ke sungai yang merupakan satu-satunya sumber air tawar. Apakah ini tujuan kita?
Disatu sisi kita memang maju. Peradaban ini diakui memang telah maju. Lali apakah ini tanda yang menunjukan kemajuan manusia? atau tangga yang mengantarkan kita pda kejatuhan yang paling menyakitkan?
Jadi, apakah kita pantas disebut manusia? makhluk yang diciptakan paling unggul dari semua makhluk yang telah Tuhuan ciptakan dengan maksud agar dunia dan isinya ini terawat dan terpelihara. Tuhan mempercayakan semua ini kepada kita dengan alasan kuat.
Namun dengan pongahnya manusia-manusia itu menyalah gunakan kepercayaan. Merusak ini dan itu, mengambil sembarangan apa yang seharusnya tetap tersimpan. Lalu untuk apa kesempurnaan ini dianugrahkan kepada umat manusia? Mereka menginginkan lebih dan lebih tanpa tau sebenarnya ada batasan.
Saya tidak bermaksud terlalu pesimis dan terlalu menunjukan sisi gelap atas apa yang terjadi saat ini. Tapi inilah keadaan dimana kita hidup.
Keinginan selalu membandingkan kehidupan kita dengan kehidupan orang lain sangatlah tidak masuk akal. Membandingkan diri kita dibidang kekayaan, status sosial dan aspek intelektual apakah membuat kita lebih baik? Tidak! malahan akan semakin membuat kita jatuh, jauh kedalam lubang kekosongan, kehampaan, semakin depresi. Manusia akan selalu menyalahkan apa yang dia genggam. Mereka terlalu khawatir dengan apa kata orang lain, khawatir tidak bisa hidup jika kehidupan mereka belum seperti hidup orang lain yang dirasa lebih baik olehnya.
Kita jarang fokus pada bakat dan kemampuan individu kita yang unik. Ketika kita membandingkan diri kita dengan kehidupan orang lain, kita akan semakin teralihkan pada potensi diri kita sendiri. Tidak sadar bahwa dia sedang di stir oleh hawa nafsunya saja. Kehilangan jati diri manusia-nya. Kita malah akan cenderung berkecil hati, selalu memikirkan apa yang orang lain punya dan khawatir dirinya belum juga mempunyai, dan semakin khawatir karena ketidaksadaran bahwa Tuhan menciptakan semua makhluk dengan ketentuann-Nya dan esuai takdir-Nya.
Manusia selalu penasaran dengan apa yang mereka lihat. Pengalaman baru, barang baru, perasaan baru. Itu semua manusiawi. Itu anugrah.
Ambisi manusia tidak kenal batas, selalu bertambah. Asal ada tekad.
Tapi dengan ambisi berlebih, manusia cenderung mempunyai pemikiran lebih rendah dari hewan. Hanya mengikuti naluri kepuasan. Dan parahnya, dia tidak kenal puas.
Apapun yang baru, yang belum terjamah dan terssentuh, tempat wisata baru, teman baru, barang-barang baru, semua itu membuat hidup lebih berarti. Tapi pada akhirnya, semua yang baru itu akan terasa usang apabila menemukan sesuatu yang baru lagi. Semua itu akan menjadi sesuatu hal yag monoton, membosankan, dan disitulah ambisi yang ditunggangi hawa nafsu akan muncul.
Saya pikir, manusia tidaklah pernah merasa cukup. Tapi kita bisa puas dengan diri kita sendiri jika kita bisa menentukan batasan yang mmebuat kita bahagia.
Karena tidak ada rasa cukup selain rasa bahagia. Dan bahagia datang dari sesuatu yang sifatnya sederhana, bukan kemewahan apalagi sesuatu yang sifatnya keduniaan.
Comments
Post a Comment